Halaman

Halaman

Selasa, 15 Oktober 2013

Rintihan Anak Jalanan

Nama          : Arfit Adil
Alamat blog : http://awakniapelah17.blogspot.com/

Aku terbangun dari kotor dan dinginnya bawah jembatan ini. Begitu juga dari suara-suara kendaraan bermotor yang silih berganti. Tapi ini sudah biasa bagiku. Ketika kubuka mata ini, pikiran dan perutku seakan mengerti. Saatnya kucari sesuap nasi. Menelusuri rimba rayanya kota, tertatih pada rintih kaki dan berpeluh pada guritan derita.
Kakiku terus melangkah, sementara perutku pun terus mendendangkan lagu keroncongnya. Kutilik dibalik rumah mewah itu. Bahagia sekali, mereka sarapan pagi bersama dengan makanan telah tersaji diatas meja. Sementara aku?? Berapa kilometer lagi harus kutempuh?? “Aku tak seberuntung mereka”.
Di teriknya matahari yang seakan ingin membakar kulitku, aku harus mengais rejeki. Di jalanan, di perempatan, di warung-warung, tak peduli betapa teriknya siang ini. Dengan lagu kudendangkan juga dengan tangan menengadah. Pengemis, pengamen, mungkin itu kata yang lebih tepat. Anak jalanan, anak terlantar, apapun kata mereka aku tak peduli. Buat aku yang terpenting adalah bagaimana menyambung nyawaku.
Kutengok di balik gedung itu. Nyamannya mereka, tidak kepanasan, duduk disana, mendapatkan pendidikan, mendapatkan teman pula. Inginnya aku bersekolah. Tapi uang dari mana? Bagaimana bisa? Kalaupun telah ada sekolah gratis, belum tentu yang lainnya gratis. Kalaupun aku sekolah, bagaimana aku bisa mencari sesuap nasi? Sekali lagi aku harus berkata, “Aku tak seberuntung mereka”.
Lalu ketika senja tiba. Kutahu hari kan gelap. Gelap pula harapanku, ku tahu malam ini aku harus tidur di emperan toko, di kolong langit, bahkan di kolong jembatan. Tanpa peduli apa yang akan terjadi nanti. Hujankah? Hemmm… hujan? Dinginnya malam adalah selimutku.  Kardus bekas adalah kasurku. Tak ada bantal dan guling untukku.
Guling dan bantalku telah mati. Diambil Tuhan, bahkan disaat aku ingin merasakan hangatnya pelukan ibu. Yang tersisa hanyalah sebuah kenangan dan dingin yang menusuk kalbu. Sementara aku disini, anak-anak lain tidur menggunakan kasur, selimut tebal, bahkan hangatnya pelukan orang tua. Dan untuk kesekian kalinya, aku harus berkata “Aku tak seberuntung mereka” .
Ibu, ingin ku mengadu. Mereka bilang aku anak terlantar, mereka bilang aku anak jalan yang tak pantas jadi teman mereka. Mendekat saja mereka tak mau. Ibu…temanku hanya kepahitan hidup. Isak tangis kutahan, senyum palsu kuperlihatkan. Ingin kutunjukan ketegaran pada diriku, meskipun sebenarnya aku rapuh.
Miris… melihat mereka menapaki kepahitan hidup. Tak ada yang peduli, bahkan menganggapnya jijik. Fakir miskin dan anak terlantar di pelihara oleh Negara, jelas tertera dalam UUD 1945. Namun, faktanya tidak seperti itu. Mereka dipinggirkan oleh Negara, bahkan diliriknya saja tidak. Apa pemerintah lupa? Ataukah hanya berpura-pura?
Anak terlantar (anak jalanan) justru diperlihara oleh Babeh. Mereka mendapat perlakuan buruk, disodomi, tempat pelampiasan nafsu seksnya. Kejahatan terhadap anak-anak jalanan kerap terjadi. Dan pemerintah seakan-akan  pura-pura, alih-alih memelihara anak terlantar, pemerintah malah memelihara para koruptor.
Harapanku untuk Indonesiaku adalah agar pemerintah benar-benar mencerna dan memahami redaksional dari pasal 34 ayat 1 UUD 45 yang berbunyi “ Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara”.  Agar mereka mendapatkan perlindungan yang lebih baik.

CURAHAN HATI ANAK JALANAN

Bayak orang membicarakan surga
membuat aku terdiam sejenak apa itu surga
yang ada di telapak kaki ibu
sedangkan aku sejak kecil aku tanpa ibu
dan aku disiasiakan
kehadiran ku di dunia ini tak pernah di akui
sampe aku hidup di jalanan tanpa kasih sayang dari orangtua..

hanya karna rumah tangga orangtuaku kurang harmonis
membuat aku sengsara
pantaskah aku membenci orangtuaku
pantaskah aku memaafkan kesalahan orang tuaku

tapi aku berfikir aku punya hati nurani
aku harus memaafkan orangtuaku
meski dia yang membuat hidupku seperti ini

yang di pandang orang aku sampah masarakat
siapasih yang mau seperti itu aku pun tak mau seperti itu
tapi mengapa mereka tak mau mengerti keadaanku

mengapa aku sampai menjadi anak jalanan
dia hanya bisa mencaci maki aku
karna mereka menganggap aku
aku sampah yang merusak pemandangna dunia ini
di mata merka yang berlimpah harta dan jabatan

memang ku akui
sebagian orang masih ada yang perduli tetang aku
banyak mereka membicarakan aku
dari siaran berita di TV di Radio Internet
mereka membicaran aku
ingin membantu aku keluar dari derita ini

sok pahlawan
pahlawan kesiangan yang ingin terkenal di Tv
yang lagi gencar berita tentang aku
keburukan ku kemiskinan aku kau beritakan
kepada seluruh dunia
biar tau tentang aku
agar ada yang belas kasihan kepadaku

namun bila ada berita lebih menarik kau beritakan
seakan aku terlupakan
semua yang pernah di bicarakan di TV di Radio Internet
seakan tenggelam
begitu pula pahlawn kesiangan
yang ingin membantu aku
seakan ikut tenggelam dengan waktu

apakah ini rasa keperdulian kamu
kepada aku anak jalanan
yang di pandang hina dimatamu

hanya ingin terkenal
ingin membuktikan akulah orang yang terbaik
orang yang perduli kepada kemiskinan
namun semua itu hanya tibu dayamu
hanya kepentingan kepribadianmu
agar kau terkenal
orang yang terhebat didunia ini
yang perduli tentang aku anak jalanan
maaf aku tak butuh itu darimu
pahlawan kesiangan !...



Penulis: Arfit Adil

Riau, Selatpanjang 15-10-2013

Maaf kalau ada salah kata dan merasa tersinggung tetang kata2ku
semua itu isi hati anak jalanan yang pernah aku tanya
tentang apa itu surga di telapak kaki ibu
setiap tutur katanya aku tulis dalam kertasku yang kosong
semua ini hanya sekedar coretan dinding saya
bila ada yang merasa tak senang dengan kata2 saya
saya abdul hanya bisa mintak maaf oke...
salam damai...

semoga bisa mencairkan perasan hati yang beku
tuk bisa memaafkan kesalahan kedua orang tua kita
atas kesalahan masalalu kepada kita trimakasih....

selamat malam semuanya...